Diriwayatkan
oleh ibnu mardawih dari ibnu Abbas,” Bahwa salah seorang dari golongan
anshar yang berperang bersama Rasulullah saw dalam suatu peperangan
kehilangan baju besi . Seorang laki-laki dari anshar tertuduh mencuri
baju besi itu. Pemilik baju besi itu menghadap Rasulullah saw dan
mengatakan bahwa Tu’mah bin Ubairiq yang mencuri baju besi itu dan
meletakkan dirumah laki-laki yang tidak bersalah. Kemudian ia
memberitahukan kepada kaumnya bahwa dia telah menggelapkan baju besi
itu dan menyembunyikan dirumah orang lain yang tidak besalah.Baju besi
itu kelak diketemukan dirumah orang itu.Famili Tu’mah pergi menghadap
Rasulullah pada suatu malam mengatakan kepada beliau:
“Sesungguhnya
saudara kami kami Tu’mah bersih dari tuduhan itu. Sesungguhnya pencuri
baju besi itu ialah si fulan, dan kami benar-benar mengetahui tentang
itu.”Bebaskanlah saudara kami dari segala tuduhan dihadapan khalayak dan
belalah ia.Jika Allah tidak memeliharanya dengan perantaramu binasalah
ia.Rasulullahpun hampir saja membersihkan Tu’mah dari segala tuduhan dan
mengumumkan kepada khalayak ramai.
…
Di zaman yang
pertumbuhan informasi melangit dan dijual murah,masih saja menimbulkan
konflik yang membuka liang pemisah antara satu dengan yang lainnya.Aneh.
Seharusnya saat sumber informasi bagaikan menu yang bisa dilahap kapan
saja membuat kita lebih dewasa dalam menyikapi bebagai macam
peristiwa.Tidak perlu menjudge kelompok lain hanya karena laporan
segelintir orang yang tidak bertanggung jawab.
Mestinya seperti
ini, berdiri diatas semua golongan lalu memutuskan sesuatu. Karena
manusia cenderung membela pembawa kabar yang pertama, membela keluarga
atau kaumnya, siapapun itu.Jika datang kepadamu seseorang yang membawa
kabar besar maka telitilah terlebih dahulu. Dahulu seorang bijak
dihadapan murid-muridnya menunjukkan sebuah ember.Lalu guru bijak itu
bertanya kepada murid-murindnya.”Apa isi ember ini?”. Sontak
murid-murinya menjawab bahwa isi dari ember itu adalah air. Guru bijak
itupun kemudian menumpahkan isi dari ember itu,isinya adalah
pasir.Jawaban murid-muridnya itu salah.Jangan menjudge buku dari
sampulnya,begitu katanya.
Sekarang ini masyarakat dipertontonkan
oleh kalangan elit sebuah drama berkepanjangan tak
berkesudahan.Masyarakat awam seolah-olah dituntut untuk menjadi hakim
praktis.Memutuskan terlalu dini terhadap siapa yang benar atau salah
akan membuat kalangan elit bersorak dengan tepukan tangan sementara
nantinya masyarakat awam akan menuai deraian air mata saat perut-perut
para penguasa membuncit karena tak mampu menampung uang korupsi yang
dicuri dari masyarakat.Tiba lagi Bani Zafar baru yang berdiri
ditengah-tengah seakan menjadi pahlawan bagi kaumnya menjilati pantat
penguasa dengan lidah kotornya sementara kakinya menginjak kawannya
sendiri.Dalihnya,dalam politik tidak ada kawan atau lawan yang abadi
tapi yang ada adalah kepentingan yang abadi.Sementara “Tu’mah”tiba-tiba
saja berubah menjadi banci yang terbungkam mulutnya tak mau berteriak
lantang bahwa akulah yang bersalah.Ya,mana ada maling yang mengaku.
Mulut
manis itu adalah sihir mengintai telinga pendengarnya. Jangankan orang
seperti kita, Nabi saja bisa tertipu dengan mulut maling andai saja
tidak ada tuntunan dari wahyu.
Ummul Mu’minin Ummu Salamah menceritakan
bahwa Rasulullah mendengarkan orang-orang bertengkar di depan pintu
rumahnya, lalu beliau mendatanginya seraya bersabda. ”Ketahuilah bahwa
sesungguhnya aku ini hanya manusia biasa(Yang bisa tertipu dengan
kata-kata manismu). Aku memutuskan suatu perkara berdasarkan apa yang
aku dengar. Mungkin salah seorang diantara kamu lebih pandai
mengemukakan alasan dari yang lainnya, lalu aku mengambil keputusan
untuknya. Maka barang siapa yang aku tetapkan untuknya hak seorang
Muslim maka hak itu adalah sepotong api neraka. Maka hendaklah dia
memikulnya atau membuangnya”. Buang saja sepotong api neraka itu
jauh-jauh. Hilangkan sifat banci itu dan berdirlah dengan sempurna
seperti seorang panglima perang di hadapan pasukannya. Tapi sayangnya
harga sebuah kejujuran itu lebih murah daripada sepotong api neraka.
Orang
pintar dimana-mana berkoar-koar adu argumen. Biasa saja. Orang jujur
yang sedikit adu tajam gigi dan mencabik-cabik dagingnya sendiri. Luar
biasa. Di zaman ini karena kejujuran semakin mahal, maka yang kita
harapkan bukan lagi sosok manusia setengah dewa yang membongkar segala
macam makar pembuat makar, tapi yang kita harapkan sekarang adalah
maling teriak maling. Silahkan maling yang berhati nurani mencabik
dagingnya sendiri. Ataukah mungkinkah kita semua adalah maling yang
buta(mata dan hatinya)?Orang pintar dizaman sedang maraknya embrio bani
Zafar-bani Zafar menjadi liputan utama dan Headline.
Mungkin saja media
massa, televisi, radio, majalah, surat kabar dan apa saja yang kerjanya
menutup-nutupi kebenaran tapi sibuk menebarkan kebohongan dengan pesona
kata-katanya. Sementara orang-orang yang jujur mendebat pornografi dan
porna aksi yang menjanin dan dijual murah, tersembunyi di balik
lembaran-lembaran majalah entah di halaman mana. Takut tidak
laku-laku.Memang,karena orang-orang jujur itu tidak harus
pintar.Rumusnya sederhana saja: Anjing menggigit manusia adalah hal yang
wajar,tapi manusia yang menggigit anjing menjadi berita yang luar
biasa. Pintar, tapi tidak jujur.