Biarkan,
biarkan cinta yang bicara. Biarkan dia merangkul masalahmu. Karena
setiap satu ibu cinta akan melahirkan ribuan anak-anaknya dengan wajah
yang sama: Takut dan Harap, takut dan harap. Begitu seterusnya.
Takut
dan harap adalah dua sayap yang mengepak. Dialah yang membawa
cita-citamu mengawan, mengangkasa dan melangit mengetuk Arsy ilaahi.
Bersimpuh sembah sujud. Bukankah rajawali perkasapun butuh dua sayap
untuk terbang? Bukankah bangsa ini adalah garuda perkasa yang berdiam
diri menunggu masa yang tepat untuk bisa terbang? Mengetuk pintu Tuhan,
meminta negeri ini menjadi Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Gafuur
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Itu bunyi cita-cita kita. Harapan
itu ada, kecemasan akan tidak sampainya harapan itu ada, bahkan sangat
besar. Jika demikian, sayap itu sebentar lagi dikepakkan. Tapi sayang,
bangsa ini kehabisan energi. Kita kehilangan cinta. Sayap itu tidak
lahir dari rahim cinta tapi dia lahir dari rahim keserakahan. Sehingga
harapan itu tumbuh menjadi harapan yang pragmatis, kecemasan itu juga
hanya tumbuh menjadi kecemasan yang pragmatis, menjadi hantu pribadi
bagimu. Bukan bagi kita. Tidak ada cinta di sini.
Memang
sayap-sayap Kahlil gibran itu telah patah, namun sayap-sayap cinta itu
akan selalu ada. Lahir sempurna dan datang dari arah yang tidak terduga.
Beranak pianak. Akankah ada yang mau memakainya lalu menjemput mimpi
kita? Ada kritikan yang sangat manis sekali dari Rabiyah Al-Adawiyah:
Allah, jika aku mendekatimu dengan dengan takut pada nerakamu, maka masukkanlah aku ke dalamnya
Allah, jika aku mendekatimu dengan harapan surgamu maka jahkanlah aku daripadanya
tapi aku mendekatimu dengan cinta, karena cintamulah yang kuharapkan
Takut
saja tidak cukup. Bangsa ini sudah sangat cukup dengan ketakutan yang
dimilikinya. Kita sudah sangat takut misikin, terbelakang. Harapan yang
dimilikpun sudah cukup, harapan kita sudah sangat besar akan masa depan
yang lebih baik. Tapi cinta itulah. Cintalah yang akan melahirkan takut
dan harapan yang baru. Pemimpin mendekati rakyatnya dengan cinta,
rakyat mendekati pemimpinnya dengan cinta, dan masyarakatnya saling
cinta hingga kita semakin merapat: Inilah pusaran arus yang besar di
mana cinta adalah pusatnya.