Latar Belakang
Khawarij adalah orang-orang yang kecewa terhadap Khalifah Rasulullah terutama terhadap Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib dinilai terlalu lemah dalam merespon “kecerdikan” pihak muawiayah pada peristiwa tahkim. Muawiyah diwakili oleh Amru bin Ash dan pihak Ali bin Abi Thalib diwakili oleh Abu Musa al-Asyari melakukan perundingan untuk menyelesaikan jalan keluar persoalan pelik yang dihadapi oleh kedua kubu itu.
Sebagaiman yang mafhum, perkataan kafir itu sangat dijaga oleh kaum muslimin generasi awal. Yakni mereka yang masih berhimpun di bawah bimbingan Raulullah. Lalu datanglah kaum khawarij yang lidah mereka begitu fasih menyebut siapa yang kafir dan siapa yang beriman dalam pandangannya. Akibat dari pandangan ekstrim inilah yang memunculkan gerakan politik dengan membaiat Abdullah bin Wahb al-Rasibi sebagai pengganti Ali bin Abi Thalib yang tidak dianggap lagi sebagai khalifah yang sah karena telah melanggar syariat Allah SWT dengan menerima tawaran damai yang dilakukan dari pihak Muawiyah bin Abi Sufyan.
Dalam pandangan Khawarij, tidak ada lagi yang tersisa keimanan bagi mereka yang telah menyetujui peristiwa tahkim. Mereka telah keluar dari agama islam sebagaimana lepasnya anak panah dari dari tempatnya. Akibatnya, mereka harus dibunuh karena telah murtad.
Sebagaimana telah menjadi rumus sejarah, bahwa setiap kali ada kelompok ekstrimis, maka akan muncul golongan yang menjadi kontra bagi kelompok ekstrimis itu dan menilai dirinya sebagai kelompok moderat.
Kelompok yang kontra dengan Khawarij adalah Murjiah. Maka dari sisi sejarah kedua kelompok itu saling berkaitan kemunculannya. Kemudian tumbuh menjadi sebuah ideology yang masyhur dalam sejarah islam. Bahkan sisa-sisa hasil pemikiran kedua kelompok tersebut masih bias dirasakan hingga sekarang.
Rumusan Masalah.
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
- Bagaimana sejarah awal kemunculan Khawarij dan Murjiah?
- Bagaimana hubungan antara kelompok Khawarij dan Murjiah?
BAB II
PEMBA HAS AN
1.Khawarij dan Murjiah.
Baik Khawarij maupun murjiah adalah mereka sama-sama produk sejarah. Kelompok ini timbul karena adanya pertentang yang sangat sengit di tubuh ummat Islam sendiri. Khawarij sendiri muncul sebagai reaksi dari kekecewaan demi kekecewan terhadap berbagai kebijakan pemerintah pada masa Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Walaupun Khawarij sendiri sudah mengembrio pada zaman Rasulullah saw.
Sedangkan Murjiah muncul sebagai kelompok yang menengahi dua kelompok ekstrim yang berselisih. Syiah sebagai kelompok pendukung setia Ali dan Khawarij yang menentangnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ali Audah bahwa telah menjadi rumus sejarah bahwa jika ada dua kelompok ekstrim yang bertikai maka akan muncul kelompok ke tiga yang menengahi dan menamkan dirinya sebagai kelompok moderat.
2. Defenisi Khawarij dan Murjiah.
Defenisi Khawarij
Kata Khawarij adalah bentuk jamak dari Khariji, yang mengisyaratkan pada orang yang keluar dari ketaatan kepada penguasa. Ada juga mengatakan bahwa kata pemberian nama khawarij itu didasarkan pada firman Allah QS. al-Nisa’(4):100.
“Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasulnya, kemudian kematian menimpanya(sebelum sampai ke tempat dua dimaksud), maka sungguh telah pahala di sisi Allah.”
Ada juga yang menyebutnya sebagai Ahlu an-Nahrawan merujuk pada tempat mereka berkumpul dan tempat terjadinya peperangan dengan pasukan Ali bin Abi Thalib. Saat itu Ali hendak memerangi Muawiyah bin Abi Sufyan namun berbelot lebih dahulu untuk memerangi kaum Khawarij yang berada di Nahrawan.
Sebenarnya untuk kalangan Khawarij sendiri, mereka tidak mempergunakan kata “Khawarij”. Ini hanya istilah kaum Muslimin untuk menunjuk kelompok yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib. Mereka sendiri lebih senang menamakan dirinya sebagai Syurah atau para penjual, yaitu orang-orang yang menjual jiwa dan raganya demi keridhaan Allah, sesuai dengan firman Allah QS. Al-Baqarah 2:207.
Tapi apapun nama mereka yang pasti kata “Khawarij” merujuk pada orang-orang yang menyatakan Muslim lainnya kafir kerena melakukan dosa besar, dan orang memberontak kepada penguasa Muslim dan keluar dari Jama’ah Muslimin. Siapapun yang mengikuti jalan mereka dianggap sebagai bagian dari mereka.”
3.Defenisi Murjiah.
Murjiah terambil dari kata arja’a yang berarti menunda. Kata ini digunakan sebagai bentuk reaksi dari kelompok Khawarij yang mengatakan bahwa baik kubu Muawiyah maupun Ali sama-sama kafir. Sementara kelompok Murjiah tidak mengkafirkan kedua kubu yang bertikai itu. Mengenai kejelasan akan kafirnya seseroang lebih baik menunda(arja’) penyelesaian persoalan tersebut sampai hari kiamat di pengadilan Allah kelak.
Walaupun pada perkembangan selanjutnya, kata arj’a dimaknai memberi pengharapan. Bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar tetap teranggap sebagai Mukmin dan tidak akan kekal di dalam neraka. Penyelesaiannya tergantung dari Rahmat Allah SWT.
4. Sejarah Munculnya Khawarij dan Murjiah.
- Sejarah Munculnya Khawarij.
Khawarij di Zaman Rasulullah saw.
Embrio Khawarij itu telah muncul di zaman Rasulullah saw. Telah diriwayatkan dalam hadits Abu sa’id al-Khudry bahwa ia berkata:
“Ali yang sedang berada di Yaman, mengirim emas yang masih dalam bijinya kepada Rasulullah saw., kemudian Rasuullah membaginya kepada empat orang, Uyainah bin Badr, Al Aqra bin Habis, Zaid al-Khail, dan keempat Alqamah bin Ulastah atau Amir bin at-Tufail. Salah seorang sahabat beliau berkata, “Kami lebih berhak daripada mereka. Hal ini sampai kepada Nabi saw, maka beliau bersabda:”Tidaklah kalian percaya kepadaku sedangkan aku adalah orang yang dipercaya Dia yang berada di Langit? Wahyu dari langit turun kepadaku pagi dan petang.” Kemudian seorang laki-laki berdiri, bermata cekung, tulang pipi menonjol, jidatnya jenong, dan berjanggut tebal, berkepala botak dan kain membelit di pinggang, ia berkata:”Wahai Rasulullah, bertakwalah kepada Allah,” Nabi berkata: “Celakalah kamu! Bukankah aku yang paling berhak takut kepada Allah daripada seluruh penduduk bumi?” Kemudian laki-laki itu pergi. Maka Khalid bin Walid berkata,” Bolehkah aku memenggal leher orang itu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: Tidak, mungkin dia mengerjakan shalat.” Khalid berkata: Berapa banyak orang yang shalat mengatakan dengan lisannya yang tidak berasal dari hatinya?” Rasulullah bersabda: “Aku tidak diperintahkan untuk memeriksa ke dalam hati manusia untuk menyibak ke daam hati manusia untuk menyibak isi dalamnya.” Lalu beliau melihat ketika orang itu pergi dan berkata:” Akan bangkit suatu kaum dari keturunannya yang membaca Al-Quran namun tidak melawati kerongkongannya. Mereka akan keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya”.
Hadits serupa juga diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari nomor 5057 dari Ali bin Abi Thalib yang berkata:
”Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:” Akan keluar di akhir zaman suatu kaum, umurnya masih muda, dangkal ilmunya, mereka mengatakan dari sebaik-baik manusia. Membaca Al-Quran tidak melebih kerongkongannya. Mereka terlepas dari agama seperti terlepasnya anak panah dari busurnya.
Dari hadits ini dapat difahami bahwa kelak akan datang suatu kaum yang membaca Al-Quran tidak melebihi kerongkongannya(secara tekstual). Mereka dari segi tampilan dzahirnya sangat memukau sebagaimana layaknya ahli ilmu, ahli ibadah dan ahli zuhud.
Bahkan Rasulullah mengatakan bahwa jika dibandingkan ibadah mereka dengan ibadah para sahabat dan, maka ibadah para sahabat itu tidak ada apa-apanya. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri Rasulullah saw. Bersabda:
Biarkanlah ia, sesungguhnya ia akan mempunyai pengikut yang salah seorang dari kalian merasa bahwa shalat dan puasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan shalat dan puasa mereka. Mereka akan membaca al-Quran namun tidak melalui kerongkongannya, mereka keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari al-Ramiyah(hewan buruan yang dipanah) maka tidak didapati bekasnya, kemudian dilihat bulu-bulu yang ada pada anak panah, maka tidak didapati bekasnya pula.
Khawarij di Masa Utsman bin Affan
Utsman bin Affan berdiri di hadapan rakyatnya seraya meminta maaf atas segala tindakannya yang mengangkat kebanyakan dari kerabatnya sebagai pejabat pemerintahan.
Saking sedihnya pidato Utsman itu sehingga semua orang semua orang yang ikut mendengarkannya turut menangis.
Sebagai realisasi dari pidatonya itu, Utsman bin Affan akhirnya memecat Abdullah bin Abi Sarah dari Gubernur Mesir yang merupakan kerabatnya sendiri kemudian mengangkat Muhammad bin Abu Bakar sebagai penggantinya.
Berangkatlah para sahabat ke Mesir dengan membawa surat keputusan baru itu. Akan tetapi. Di tengah perjalanan mereka menangkap seorang kurir yang lagaknya sangat mencurigakan. Ketika ditanya, kurir itu menjawab dengan tergagap bahwa ia adalah utusan Amirul Mu’minin atau Marwan bin Hakam. Karena jawaban yang diberikan oleh kurir itu tidak jelas maka dibukalah surat yang ia bawa. Dan isi surat itu berbunyi, “Jika Muhammad bin Abu Bakar beserta para rombongannya datang, maka bunuhlah mereka.” Surat itu distempel atas nama Utsman bin Affan. Saat diklarifikasi, Utsma bin Affan tidak membantah jika kurir itu adalah pembantunya dan stempel itu adalah stempel miliknya. Tapi ia membantah jika ia yang menulis surat seperti itu.
Kini masalah sudah jelas, bahwa Marwan bin Hakamlah yang menulis surat itu sebagaimana pengakukan si kurir sebelumnya. Lalu orang-orang meminta agar Utsman bin Affan menyerahkan Marwan bin Hakam untuk diadili. Akan tetapi Utsman bin Affan tidak merespon bahkan melindungi Marwan bin Hakam.
Atas dasar inilah, muncullah pemberontak. Mereka beranggapan bahwa Utsman bin Affan tidak lagi berhukum dengan hukum Allah sehingga dikatakan menjadi kafir sehingga wajib dibunuh.
Menurut Saad Saefullah, setelah Kaum Khawarij berhasil membunuh Utsman bin Affan, Muawiyah bin Abi Sufyan berniat menuntuk balas atas kematian kerabatnya tersebut. Kaum Khawarij akhirnya menyusup ke pasukan Ali bin Abi Thalib.
Khawarij di Masa Ali bin Abi Thalib.
Bermula dari perang Jamal. Saat itu pasukan Ali bin Abi Thalib berhasil mengalahkan pasukan Aisyah. Kelompok Khawarij pada saat itu menginkan agar Ummul Mukminin Aisyah yang dijadikan tawanan perang diperlakukan sebagaimana layaknya tawanan perang yang lain. Yaitu dijadikan hamba sahaya. Status hamba sahaya sebagaimana yang hukum dalam Al-Quran adalah dihalalkan untuk menggaulinya . Tetapi Ali bin Abi Thalib menolak. Bahkan menghunuskan pedangnya dan menantang pasukannya bagi siapa saja yang ingin mengambil Aisyah.
Lalu kekecewaan kaum Khawarij itu berlanjut saat perang Siffin, dimana Ali bin Abi Thalib menerima tahkim pada situasi dimana pasukan Muawiyah sebenarnya terdesak dan hampir kalah. Mereka menilai tahkim sebagai muslihat belaka.
Sementara memang pasukan Ali terbagi dalam dua kubu pada saat itu. Ada yang setuju dengan pendapat Ali, sebagiannya lagi menolak. Pasukan yang tidak setuju dengan Ali ini menilai pihak Muawiyah bersungguh-sungguh ingin melakukan perdamaian. Menurut H.M.H. Al Hamid Al Husaini, di antara sebagian pasukan Ali memang ada yang sangat merindukan perdamaian karena rasa jenuh mereka yang terus-terus berperang.Karena factor itulah sehingga kebanyakan dari pasukan Ali tidak setuju dengan pendapat Ali yang menginginkan agar peperangan terus dilanjutkan. Tapi Ali tetap bersikeras, sehingga menimbulkan reaksi keras pula dari pasukannya. Bahkan ‘memerintahkan’ Ali untuk menarik mundur pasukannya, jika tidak maka mereka akan menangkap Ali dan menyerahkannya kepada Muawiyah. Dengan desakan yang seperti itulah sehingga Ali dengan sangat terpaksa menyetujui keinginan pasukannya untuk menghentikan sejenak pepearangan. Ali bin Abi Thalib kemudian mengutus Asy’ats bin Qaia untuk menanyakan secara pasti tentang apa yang diinginkan oleh Muawiyah. Muawiyah menjelaskan,”Mari kita kembali kepada kitabullah. Kami pilih wakil yang kami setujui dan kalian pilih pula seorang wakil yang kalian setujui. Lalu kita menyumpah masing-masing wakil dari kita untuk memutuskan perkara ini berdasarkan Kitab Allah. Dan apapun keputusan kedua wakil tersebut haruslah diikuti.”
Dari kelompok Muawiyah, mereka memilih Amr bin Ash, sementara dari kelompok Ali mereka memilih Abu Musa Al-Asyari walaupun, pada awalnya Ali lebih cenderung memilih Abdullah bin Abbas r.a. Tapi karena keinginan pasukannya untuk memilih Abu Musa Al-Asyari yang mereka nilai lebih netral dibandingkan dengan Abdullah bin Abbas yang sudah pasti akan mendukung Ali bin Abi Thalib karena dia adalah kerabatnya sendiri dari kalangan bani Hasyim.
Perundingan di hari itu belum menghasilkan keputusan, sehingga kedua wakil itu harus menunda keputusan dan berjanji akan saling bertemu kembali di Daumatul Jandal pada bulan Ramadhan.
Penundaan itu membuat pasukan Ali yang tidak menginginkan tahkim itu semakin kecewa. Menurutnya, penundaan itu akan memberikan kesempatan kepada pihak Muawiyah untuk menyusun kembali kekuatannya setelah sebelumnya hampr kalah.Mereka inilah yang kemudian yang memisahkan diri dari barisan Ali bin Abi Thalib. 12000 pasukan kemudian berhimpun di Harura’ sebuah desa terpencil di Kufah dan mencapai kesepakatan untuk memecat Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah karena dianggap sebagai penyeleweng. Ali menetapkan sebuah hukum yang tidak berdasarkan Al-Quran.
- Sejarah Munculnya Murji’ah
Sejarah faham Murji’ah sudah terekam dan sudah menjadi embrio di masa Rasulullah saw. Sesuai penegasan QS. al-Tawbah(9):101-106. Ayat ini berakaitan dengan Madinah yang meninggalkan Rasulullah dalam perang Tabuk. Mereka itu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu(1) golongan Munafiq yang enggan bertaubat,(2) golongan yang ingin bertaubat(3) dan golongan Khawarij. Golongan yang terakhir ini enggan bertaubat dan menyerahkan urusannya kepada Allah di akhirat kelak.
Setelah peristiwa tahkim, bersamaan dengan munculnya Khawarij dan Syiah, muncul pula Murji’ah sebagai kelompok penengah kedua kubu ekstrim itu. Beberapa teori mengatakan bahwa faham bahwa orang Mukmin yang berdosa besar tidak kafir itu pertama kali disampaikan oleh salah seorang sahabat nabi yang menginginkan tidak terjadinya perpecahan di tubuh ummat islam.
Pada perkembangan selanjutnya, Murjiah secara garis besarnya terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok moderat dan kelompok ekstrim. Kelompok ini berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tetap tidak keluar dari Islam dan keputusan apakah ia dimasukkan kedalam neraka atau tidak itu bergantung kepada ampuna Allah kelak di akhirat.Sementara kelompok yang ekstrim berpendapat bahwa keyakinan di dalam hati itulah yang terpenting. Bahkan seseorang yang melakukan dosa besar seperti syirik sekalipun tidak dianggap kafir. Yang penting di dalam hatinya tetaplah dia seorang mukmin.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah:
Baik Murji’ah maupun Khawarij adalah sama-sama produk sejarah. Dua-duanya muncul sebagai reaksi terhadap suatu kejadian tertentu yang dianggapnya sudah melenceng dari garis Islam.
Khawarij dan Murjiah memeiliki pertalian sejarah yang erat. Murji’ah lahir sebagai reaksi dari munculnya dua kelompok ekstrim yang bertikai yaitu Syi’ah sebagai pihak yang mengagungkan kepemimpinan Ali dan Khawarij yang sebagai pihak mengkafirkannya bahkan turut mengkafirkan semua kelompok yang bertikai itu. Baik pada peristiwa perang Jamal maupun pada peristiwa tahkim.
SARAN
Adapun saran yang penulis akan ajukan adalah untuk Dosen pengasuh dan untuk teman-teman angkatan.
Sebagai saran untuk dosen pengasuh mata kuliah Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam agar tidak memberikan dua judul materi sekaligus kemudian membatasi jumlah halamannya. Karena dua judul materi akan memaksa penulis untuk melebarkan pembahasannya dan akan berimplikasi pada kelebihan jumlah halaman.
Saran untuk teman-teman seangkatan adalah sebaiknya kita mengerjakan makalah dengan jujur dan tidak melakukan copy and paste. Copy and paste hanya akan memperburuk citra dunia pendidikan bahkan akan membuat dunia pendidikan di Indonesia hanya jalan di tempat saja tanpa perkembangan yang signifikan.
Al-Quran al-Karim
Asmuni, M. Yusran, Ilmu Tauhid. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999)
Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal.(Surabaya: PT.Bina Ilmu, Surabaya,2013)
Audah, Ali, Ali bin Abi Thalib Sampai Kepada Hasan Husain.(Bogor: Pustaka Litera Antar Nusantara, 2003).
Al-Tamimi, Abdurrahman, Utsman bin Affan Khalifah yang Terdzolimi. Terj.Abdurrahman bin Thayib Lc Maktabah Abu Salma al-Atsari 2008.
Ba’abdul, Lukman bin Muhammad, Menebar Dusta Membela Teroris Khawarij.(Malang: Pustaka Qoulan Sadida. 2007)
Al- Buthi, Muhammad Said Ramadhani, Sirah Nabawiyah: Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah pergerakan Islam di Masa Rasulullah saw. Terj. Ainur Rafiq Saleh Tahmid L.c (Jakarta: Rabbani Press, 1999)
Halim, Arief, Ilmu Kalam dan Kontemporer Sejarah Pemikiran Perkembangan, (Makassar: Universitas Muslim Indonesia. 2008)
Muhsin, Aqidah Ilmu Kalam. Artikel.
al-Furaidah, Adil bin Ali, Sifat dan Karakteristik Ekstrimis Khawarij. Terj. Ummu Abdillah al- Buthoniyah(Buton: Raudatul Muhibbin, 2009).
Haikal, Husain, Sejarah Hidup Muhammad. Tej. Ali Audah(Jakarta: Pustako Utera AntarNusa, 2003)
al-Husaini, al-Hamid, Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a(Jakarta:Lembaga Penyelidikan Islam, 1981)
Muhlisin, Perbandingan Antara Aliran, Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Rostiana, Ita, Dukungan Ali bin Abi Thalib terhadap Dakwah Rasulullah. Jurnal Dakwah, vol. X No. 2, Juli-December 2009)
Sulistyowati, Pengaruh Perang Siffin Tahun 658 M Terhadap Eksistensi Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta 2010.
www. assyariah
www. alatsari.wordpress.com
www. almanhaj.or.id
www.eramuslim.com
Posted via Blogaway