Kata Kahlil Gibran bahwa ucapan yang paling indah di bibir ummat manusia adalah “ibu”, dan panggilan yang paling indah adalah “ibuku”
Ibu
yang kita kenal ditakdirkan berjenis kelamin wanita, namun sebenarnya
lelakipun bisa belajar menjadi ibu. Menjadi ibu bagi dirinya sendiri,
menjadi ibu bagi sahabat dan teman-temannya, menjadi ibu bagi
lingkungannya, bahkan menjadi ibu bagi masyarakat dan negaranya.
Seperti
kata seorang Kahlil Gibran. Bahwa segala di alam ini memperlihatkan
ibu. Matahari adalah ibu bagi bumi dan memberinya makanan berupa panas,
ia tidak pernah meninggalkan jagat pada malam hari sampai ia menidurkan
bumi, pada nyanyi laut dan burung dan aliran sungai. Dan, bumi adalah
ibu dari pohon dan bunga-bunga. Ia melahirkan mereka, memberi makan pada
mereka dan mengubur mereka. Maka kosakata lain dari seorang ibu adalah
pemberi. Anis Matta justru mengatakan bahwa kosa kata lain dari cinta
adalah memberi. Jadi ibu adalah cinta itu sendiri. Yang mewarisi sifat
feminisme Tuhan. Ia kemudian menjadi mata air cinta di bumi di mana
airnya lebih sejuk lagi memuaskan dari mata air pegunungan.
Belajarlah
menjadi ibu, dengan itu engkau akan bermetamorfosis menjadi cinta. Dari
situ pula engkau akan mampu menyingkap misteri apa di balik cinta. Saat
engkau bercermin dan melihat dirimu sendiri sebagai rupa cinta. Oh
inikah cinta?
Seperti semua Nabi yang menjadi ibu bagi kaumnya.
Mereka adalah pelayan-pelayan ummat yang menyiapkan bahtera keselamatan(Iqbal)
Ibu
adalah rupa cinta. Segala geraknya adalah gerak cinta. Amarahnyapun
adalah gerak cinta dari dasar jiwanya. Ibu bisa menjadi seperti Tuhanmu
di bumi, melayani dengan setulus hati. Ibu adalah langit, ibu adalah
bumi, ibu adalah matahari, bahkan ibu adalah dikau yang di dadamu masih
terpancar mata air cinta, seperti cinta para nabi. Mari kita dengarkan
senandung Rumi.
“Jalan Semua Nabi adalah jalan cinta, kita adalah anak-anak cinta, dan cinta adalah ibu kita.”