Sejak awalnya agama ini tidak pernah berselisih jalan dengan dengan ilmu pengetahuan. Kehadiran islam justru menghapus semua jenis keterkungkungan takhayul para penghayal jahiliah, sekaligus merangsang untuk berpikir lebih jauh tentang penciptaan alam. Ada tiga keistimewaan ilmu ditinjau dari sejarahnya. (1)Bahwa makhluk yang pertama kali diciptakan Tuhan adalah pena(Qalam), (2)hal yang membuat Adam melampaui kemuliaan para Malaikat adalah perbendaharaan ilmu yang dimilikinya lebih komplit dari malaikat, dan (3)ayat yang pertama kali diturunkan adalah perintah membaca(iqra). Semua itu adalah symbol yang mengindikasikan tentang perhatian islam terhadap ilmu pengetahuan. Simpulnya adalah pendidikan: ilmu yang berserak harus dikaji untuk memperoleh penghargaan melebihi kemuliaan para Malaikat. Di sinilah tercatat bahwa sejarah pendidikan melewati umur semua bangsa dan peradabannya. Lalu pendidikan itu bergerak mengikuti zamannya, tercatatlah bahterah Nuh, kaum ‘Aad dan Tsamud dan..., serta Ibrahim dengan filsafatnya dan pada akhirnya berlabuh pada persiapan penciptaan manusia teragung, Muhammad SAW. Begitu cara Tuhan mempersiapkan pendidikan manusia lewat khabar sejarah. Sebab dari sejarahlah, kata Anis Matta- cara terbaik menemukan harapan. Di saat nyaris tak ada lagi yang bisa diharapkan. Di saat khabar halaman-halaman di Koran pagi ini, di radio, di televisi atau berita di internet mengubur semua mimpi tentang masa depan gemilang: Negeri kami diserbu ribuan pasukan yang tak terlihat, menculik keluhuran budi.
Ada Ibrahim berdiri di bukit safa lalu menengadahkan tangannya seraya mengucap do’a: “Wahai Allah, jadikanlah negeri ini negeri yang aminah(aman)” Ibnu Abbas menafsirkan kata aminah dengan aman dari huru-hara.
Jika Aminah yang dimaksud dalam do’a ini adalah Ibunda Rasulullah maka terpenuhilah nubuwat dari doa Khalilullah Ibrahim. Bukan hal yang kebetulan jika Ahmad/Muhammad(yang terpuji) itu lahir dari rarim ibunda yang bernama Aminah(yang memberi Rasa Aman). Punya ayah yang bernama Abdullah(Hamba Allah), punya seorang kakek yang bernama Abdul Muthalib yang nama lengkapnya bernama Syaibah(orang tua yang bijaksana), puya pengasuh yang bernama Halimah(Yang berlapang dada) yang berasal dari Bani Saad(kelompok orang yang berbahagia).
Lagi-lagi sejarah ini mengajarkan kita tentang cara Allah mempersiapkan pola pendidikan manusia yang kelak menjadi manusia teragung. Bahwa anak diberi rasa aman(Aminah), diperkenalkan dengan Allah(Abdullah), dididik dengan bijaksanan(Syaibah), dibesarkan dengan kelapangan dada(Halimah), dan biarkan mereka menikmati masa kanak-kanak dengan penuh keriangan(Saad).
Dan kita akhirnya dibuat ngeh dengan sabda Rasulullah: Sesungguhnya tidaklah kami diutus melainkan untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Facebook Like
ADS HERE !!!