Di
Persia dia dinubuatkan dengan nama Astvat Areta, di India dengan nama
Malecha, di Mesir dengan nama Bar Nasha, di Tibet dengan nama Buddha
Maitreya, dan di Makkah dia digelari Al-Amiin..., dialah Muhammad saw.
Nabimu yang memutuskan mata rantai kejahilian dan mengangkatnya ke
puncak peradaban.
Nabimu itu lahir dari rahim seperti kita
juga. Yatim piatu tapi pekerja keras, dia senantiasa bergandengan
dengan fakir miskin walaupun dia adalah pengusaha sukses, berbaur dengan
budak-budak meskipun dia adalah penguasa, terlihat seperti orang awam
lainnya walaupun dia sebenarnya adalah bangsawan mulia. Keturunan
Ibrahim as.dari suku termulia. Quraisy..
Jangan marah
jika dia mengajarkanmu untuk meninggalkan perdukunan, ramalan bintang,
mengundi nasib, meminum alkohol. Sebabnya, dia mendidikmu untuk menjadi
manusia beradab. Mengangkat harkatmu menjadi manusia yang berwatak dan
berakal sehat. Sama sekali tak ada hubungannya antara perdukunan dengan
nasibmu, juga mengundi nasib dengan anak panah atau burung, dan alkohol
itu akan merusak fikiranmu. Manusia beradab itu adalah manusia yang
rasional, manusia yang beradab itu adalah manusia yang selalu bertanya.
Apa? Apa hubungan antara burung dengan nasib? Bagaimana? Bagaimana bisa
dukun itu mengetahui masa depan? Kenapa alkohol itu
memabukkan....menemukan, dan yang kau temukan itu adalah ilmu. Ilmu
itulah pilar peradaban.
Tapi bukan dari situ Nabimu
memulai. Dia memulainya seperti Tuhan memulainya. Iqra! Bacalah.
Begitulah dia memulainya, ada yang aneh? Tentu saja. Nabi adalah
seorang yang ummi, tapi dia harus membaca. Membaca fenomena alam
tentunya. Dikisahkan saat Nabi sekembalinya dari Sidratul Muntaha, lalu
Tuhan menurunkan wahyunya(Ali Imran- sesungguhnya pada penciptaan
langit dan bumi dan pergantian siang dan malam ada tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir, yaitu mereka yang berdirinya, duduknya dan berbaringnya
selalu berfikir tentang semesta ini lalu diujung fikirnya dia selalu
berkesimpulan: Ternyata tak ada yang diciptakan oleh Allah dalam keadaan
sia-sia)
Menangis, beliau menangis saban hari. Akalnya
menghubungkan fenomena saat beliau melangit dengan ayat tadi. Begitulah
cara membaca nabi...
Dalam tradisi masyarakat Arab, tulis baca itu adalah aib, maka Allah mengutus seorang Rasul yang ummi untuk membacakan kepada mereka ayat-ayat Tuhan, membersihkan kejahilan mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab(baca tulis) dan kebijaksanaan....
Andai
bukan karena alasan bahwa mereka akan mendustakan al-Qur'an maka nabi
adalah orang yang terpandai membaca dan menulis di zaman itu . Yang pasti, peradaban selalu ditopang dengan tradisi
membaca dan menulis. Apapun itu. Dan begitulah agama ini mengajarkan
pemeluknya sejak awal, Bacalah, apapun itu yang pasti semuanya atas nama
Tuhan. Dan begitulah sejarah membuktikannya, bahwa peradaban islam pernah
berkibar lintas abad, karena mereka pada saat zaman itu di isi oleh orang-orang yang gila baca. Tapi sayang, sekarang ini tumpukan buku di
atas meja ilmu hanya mengajarkan tentang cara memiliki mutiara dan
bintang-bintang, tidak mengajarkan bagaimana menjadi bintang dan
mutiara( Shaff Muhtamar)