Ratusan tahun setelah doa yang
dipanjatkan Ibrahim untuk menjadikan lembah Makkah sebagai pusat seluruh
manusia akhirnya terkabul. Ada Ka’bah yang berdiri kokoh yang diitari oleh
ribuan manusia setiap tahunnya untuk berhaji. Seluruh bangsa Arab begitu takzim
terhadap Baitullah itu. Sementara Qulleis di Shan’a
yang dibangun Abrahah, meski megah tapi tetap
tak dapat memalingkan kecintaan bangsa Arab terhadap Ka’bah. Bahkan Qulleis
menjadi bahan ejekan belaka.
Kira-kira tahun 552 Masehi, Abrahah
tidak bisa menahan diri dengan kabar itu. Ia melakukan perjalanan ke Makkah
bersama bala tentaranya yang menunggangi
gajah. Siapapun bangsa yang menghalanginya akan ditumpas atau dijadikan
tawanan. Termasuk bekisar 200 onta Abdul Muthalib pun ikut disita.
Setelah memasuki Makkah tak ada perlawanan yang dilakukan oleh
bangsa Quraisy. Padahal anak-anak
padang pasir adalah anak yang lahir dan
dibesarkan oleh hiruk pikuk peperangan. Selain karena sadar dengan besarnya
kekuatan tentara Abrahah juga karena keyakinan yang kokoh atas penjagaan Tuhan
terhadap Rumah-Nya. Seperti ucapan Abdul Muthalib yang membuat tercengang
Abrahah.
“Tidak ada yang bisa mencegahku untuk menghancurkan
Rumah itu.” Seru Abrahah dengan congkak.
“Itu Urusanmu. Saya hanyalah pemilik 200 onta yang
kalian rampas sementara Ka’bah ada pemilik-Nya. Aku hanya menginginkan engkau kembalikan milikku dan biarlah Ka’bah
dijaga oleh pemiliknya sendiri.” Jawab Abdul Muthalib tanpa gentar. Wibawa
seorang Abdul Muthalib itu menyihir kecongkakan Abrahah.
Setelah Abrahah mengembalikan Onta-Onta
Abdul Muthalib, ia pun kembali kepada kaumnya dan menyeru mereka untuk
berlindung di bukit-bukit . Do’apun dipanjatkan:
“Jika tidak
ada seorang hambapun yang bisa menghadangnya, maka hadanglah tentara yang ingin
menyerbu Rumah-Mu. Salib dan kekuatan mereka tidak akan melumpuhkan
kekuatan-Mu.
Namun jika
engkau membiarkan mereka dan membiarkan kiblat kami maka urusannya terserah
pada-Mu”
Dan seluruh bangsa Quraisypun dengan harap-harap cemas menanti apa yang Allah akan timpakan kepada Abaraha
bersama tentaranya. Dari atas bukit itu mereka semua mengintai dengan mata
awas.
…
Namanya Nufeil bin Habib. Ia belum
ikut berlindung di bukit sebagaimana yang lainnya. Ia mengincar gajah yang
ditunggani oleh Abrahah. Setelah ia menemukan kesempatan, ia lalu mendekati
gajah itu seraya berbisik: “Wahai gajah, berlututlah! Kembalilah dengan selamat
ke negeri asalmu. Tanah yang engkau injak ini adalah tanah yang mulia
al-Haram.”
Usai berbisik begitu iapun berlari
bukit berlindung bergabung dengan yang lainnya. Ia mengintai apa yang akan terjadi dengan gajah
itu.
Dari atas bukit, ia menyaksikan
gajah itupun berlutut. Terlihat Abrahah kebingungan. Beberapa prajurit
diperintahkan agar menghalau gajah itu agar berdiri. Seolah terkena sihir,
gajah itu tetap enggan berdiri. Namun anehnya, setiap kali gajah itu diarahkan ke Yaman, negeri asalnya, dengan sigap gajah itu segera bangkit bahkan
berlari. Tapi jika diarakan lagi ke Makkah, gajah itupun berlutut tak bergeming
sedikitpun. Itulah isyarat penghormatan terhadap Ka’bah. Bahwa Tuhan pemilik
Ka’bahsegera menampakkan kekuasaannya di situ. Di lembah yang dahulunya tak
berpenghuni, kini menjelma menjadi situs
penting untuk ritual keagamaan dan…
Burung Ababil bergerombolan muncul
dari perut bumi. Masing-masing burung membawa tiga buah batu, di paruhnya, dan
di kedua kakinya. Sekali terkena batu itu, dengan segera daging-daging manusia
akan leleh seperti dimakan ulat. Mengerikan.
ADS HERE !!!