Sebuah
kitab fiqh yang fenomenal itu ditulis oleh seorang ulama besar
sekaligus sastrawan yang puisinya menggugah nurani ummat: Al- Umm, yang
berarti sang ibu. Sepertinya Imam Syafii sengaja memberi judul pada
kitabnya itu sebagai hadiah bagi bundanya yang membesarkannya dengan
kasih sayang walaupun hidupnya dalam keadaan miskin papa.
terbayang satu wajah
penuh cinta, penuh kasih
terbayang satu wajah
penuh dengan kehangatan
kau ibu....
(Opick)
"Ibu"
dalam terminologi al-Qur'an -menurut Quraisy Shihab- dinamai 'Umm".
Dari akar kata yang sama di bentuk kata imam(pemimpin) dan ummat(
masyarakat). Kesemuanya itu - masih menurut Quraisy Shihab- bermuara
pada makna "yang dituju" atau "yang diteladani"
Nampaknya
Al-Qur'an memberi isyarat kepada kita bahwa ibu adalah gambaran ideal
dari seorang pemimpin(imam) dan yang dipimpin(ummat). Ataukah baik
buruknya seorang pemimpin dan ummat ini bergantung dari rahim mana dia
dilahirkan dan dengan sentuhan apa dia dibesarkan.
Oh ibu,
betapa engkau merangkum keidealan sifat dari seorang pemimpin. Dengan
kasih sayangmu engkau menyapih anakmu dari kerelaan air susumu. Tiada
nyenyak tidurmu sebelum anakmu tertidur pulas terlebih dahulu. Nalurimu
peka dan tajam dalam mengartikan tangisan anakmu apakah dia lapar,
ketakutan atau mengantuk. Rindumu bergelora jika dipisahkan dengan
anakmu barang seharipun. Cita-citamu sederhana saja, agar anakmu tumbuh
menjadi "orang".
Maka abadilah kisah ini: Ketika seorang
yang merasa cukup diri dalam berbakti kepada ibundanya. Dirawatnya
bundanya layaknya merawat seorang bayi. Digendong, dimandikan, disuap,
dicium, dimanjakan dan dibersihkan dari seluruh hadatsnya sebagaimana layaknya ketika dia balita dahulu. Dia datang
kepada Umar-bin Khattab ra lau bertanya: Apakah pengabdianku kepada ibundaku sudah cukup
untuk membalas jasa-jasa dari ibuku? Umar menjawab: sangat tidak
sepadan. Sekali-kali engkau tidak akan sanggup membalasnya. Sebanya engkau
merawatnya sembari menunggu kematian dari ibumu sementara ibumu dahulu
merawatmu sembari menunggu kehidupanmu.
Oh, ibu oh
pemimpin. Oh, anak oh ummat. Seorang pemimpin itu sepatutnya memiliki
kesabaran dalam menumbuhkan yang dipimpinnya. Bangsa ini adalah bayi
yang baru lahir. Masih kemerah-merahan mungkin. Tetua bangsa ini harus
menyuapi dengan sabar untuk mengajarkan cara mencari makan.
Memandikannya untuk mengajarkan cara hidup bersih. Menidurkannya untuk
mengajarkan cara untuk istirahat. Mengajaknya berjalan untuk mengajarkan
bagaimana untuk bangkit dari keterpurukan dan akhirnya menyekolahkannya
untuk mengajarinya berfikir.
Tapi jika bangsa in telah
cukup matang dalam umur namun belum bisa untuk bangkit, mandiri dan
berfikir cerdas, mungkin sebabnya adalah karena bangsa ini terlahir dari
tangan-tangan manja penguasa dengan memanjakan anaknya semenjak dini.
maka jadilah bangsa ini bangsa yang pemalas dan tak tahan dengan kerja
keras plus takut dengan tantangan. Ataukah mungkin para ibu sudah mandul
dalam melahirkan pemimpin-pemimpin sejati dan gagal dalam membina ummat
ini? Oh..ibu, ditanganmulah segala nasib bangsa tergenggam. Oh..ibu,
dipundakmu juga segala tanggung jawab bangsa. Mungkin benarlah kalimat
ini: Wanita adalah tiang negara..
Walau bagaimanapun juga,
masih ada hal yang memaksa kita untuk berucap dalam do'a: Ya tuhanku,
ampunilah dosa hamba dan dosa kedua orang tua hamba. Limpahkan kasih
sayangmu kepada mereka berdua sebagaimana mereka melimpahkan kasih
sayang kepada kami semenjak kecil dahulu. Oh..ibu