Jika
robot menjadi presiden di sebuah negara yang berpenduduk manusia. Maka dia
akan memperlakukan manusia seperti robot. Jika manusia memimpin sebuah
negeri yang berpenduduk robot maka manusia itu akan menghilangkan sisi
kemanusiaan dirinya dan mulailah ia memimpin seperti robot. Tiba-tiba
saja manusia itu menjadi tidak peka dan kehilangan rasa (belas kasihan
dan cinta). Memperlakukan robot sebagaimana ia memperlakukan
motor.Tapi jika sebuah negara dipimpin oleh manusia yang rakyatnya
manusia tapi sistemnya adalah sistem robot maka yang terjadi adalah
semua penduduknya bekerja seperti cara kerja robot, bertindak seperti
tindakan robot.
Manusia robot bekerja seperti jam dinding.
Berdetak tiada henti, iramanya tidak syahdu. Monoton, hilang seni,
hilang rasa. Menunjuk waktu, angka satu hingga duabelas, setelah itu
berulang lagi dengan detak yang sama, membosankan. Manusia-manusia robot
adalah manusia dalam ketaatan semu. Tertib dalam pelaksanaannya,
disiplin dalam kerja. Tapi tetap saja semu, kosong. Taat memang taat.
Seperti ketaatan seorang arab badui yang datang kepada nabi: Kami telah beriman.....belum, kamu belum beriman tapi katakanlah kami telah taat...(Al-Hujarat;14).
Iman itu belum masuk ke hatimu(
Al-hujarat:14) makanya kamu akan kehilangan cinta. Kamu taat, taat
dengan pemimpin, tapi tidak dengan cinta. Kamu tunduk, tunduk penuh
dengan aturan, tapi kamu penghianat, munafik. Pemimpin itu, melegitimasi
kekuasaannya dengan sebuah aturan atas nama hukum. Bergerak atas nama
hukum, bertindak atas nama hukum, menindas atas nama hukum, berleha-leha
di kursi jabatan yang dipagari oleh hukum di semua sisinya. Mungkin BHP
yang bisa menjadi contoh di sini. Ataukah PT Prefort di Papua sana yang
dikelola bukan oleh negara, tapi Amerika. prosentasinyapun sangat
menyedihkan. 99% untuk Amerika dan hanya satu persen untuk kita.
Ada lagi cadangan gas alam terbesar di dunia yang ada di indoneisa,
tepatnya di Blok Natuna, cadangan gasnya mencapai 202 trilliun kaki
kubik tapi dikelola oleh PT Exon Mobil. Menyedihkan. Tapi Jika kita
bertanya mengapa? Kenapa? maka jawabannya adalah Ini ada undang-undangnya, begitu kata mereka. Akhirnya mereka menjual negara atas nama kesejahteraan rakyat.
Duhai
siapakah jua yang mencipta peradaban semacam ini. Peradaban mesin.
Menjadikan tubuh kita bagai budak, bekerja karena tuntutan. Taat hukum
karena terpaksa. Takut masuk penjara. Sementara itu, tawa dan senyum
hanya selingan yang mengisi kekosongan hidup yang gersang. Hidup tanpa
diikat lagi dengan tali cinta. Siapa kamu, siapa aku. Elo elo, gue gue.
Kamu mati, matilah. Aku hidup, siapa peduli..robot, persis robot.
Iman,
itu kuncinya. Kembalilah merajut iman yang berhambur itu. Di situ kau
akan menemukan puing-puing cinta yang selama ini telah menjadi prasasti
sejarah. Iya, dia hanya sebagai prasasti sejarah yang berdiri tegak.
Melukiskan kisah Umar bin Khattab yang memikul sendiri gandum untuk
rakyatnya yang ternyata kelaparan dan harus memasak batu demi
menyenangkan hati anaknya. Berbicara tentang Umar yang berucap: Bahkan
keledai yang tergelincir di jurang pun adalah menjadi tanggung jawabku...Cinta, di manakah kini..cinta, kini aku kecewa(sultan)